Khasiat Dzikir – Hadits Ke-15

Dari Abi Said Al-Khudri r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Perbanyaklah berdzikir kepada Allah sehingga orang mengatakan kamu gila.” Hadits lain menyebutkan, “Berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya sehingga orang-orang munafik mengatakan bahwa kamu riya’.” (Ahmad, Abu Ya’la).

Faedah

Berdasarkan hadits di atas, walaupun para munafik atau orang-orang jahil mengejek para ahli dzikir dengan sebutan riya dan gila, hendaknya jangan sampai meninggalkan amalan yang berharga ini, bahkan sebaliknya diperbanyak dan dijaga dengan istiqamah. Orang yang berdzikir akan dikatakan gila dan riya jika dzikir dilakukan dengan suara keras, bukan dengan suara pelan. Dzikir dengan suara yang pelan tidak akan dituduh seperti itu. Ibnu Katsir meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a. bahwa Allah tidak mewajibkan sesuatu kepada hamba-Nya kecuali ada batasnya. Jika ada udzur, Allah akan memberi keringanan. Dzikrullah tidak terbatas waktunya, dan tidak ada seorang berakal pun yang mempunyai udzur untuk tidak mengamalkannya. Allah swt. berfirman, “Berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya.” Yaitu malam, siang, di hutan, di sungai, di perjalanan, di rumah, ketika kaya, ketika miskin, ketika sakit, ketika sehat, berdzikir dengan keras atau pelan, pendek kata pada setiap saat dan keadaan. Dan Ibnu Hajar rah.a. menulis di dalam Al-Munabbihat bahwa dalam menafsirkan ayat:

“Dan di bawahnya terdapat harta simpanan emas bagi mereka berdua.” (Kisah dua anak yatim dalam surat Al-Kahfi), Utsman r.a. berkata, “Itu adalah sebuah papan emas yang terdapat tujuh baris kalimat, yang artinya: (1) Aku heran kepada orang yang mengenal maut, tetapi ia masih sempat tertawa, (2) Aku heran kepada orang yang tahu bahwa dunia akan binasa, tetapi ia masih mencintainya, (3) Aku heran kepada orang yang mengetahui bahwa semua sudah ditakdirkan, tetapi ia masih menyesali sesuatu yang lepas darinya, (4) Aku heran kepada orang yang meyakini adanya hisab, tetapi ia masih mengumpulkan kekayaan, (5) Aku heran kepada orang yang mengetahui adanya neraka, tetapi ia masih berbuat dosa, (6) Aku heran kepada orang yang mengetahui Dzat Allah, tetapi ia masih menyebut-nyebut selain-Nya, (7) Aku heran kepada orang yang sudah mengetahui adanya surga, tetapi ia masih mencari kesenangan dunia.” Dan terdapat sedikit tambahan, yaitu: Aku heran kepada orang yang percaya bahwa syaitan itu musuhnya, tetapi ia masih mengikutinya.”

Ibnu Hajar rah.a. meriwayatkan dari Jabir r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Jibril menekan kepadaku agar berdzikir kepada Allah sehingga aku mengira bahwa tanpa dzikrullah tidak ada sesuatu pun yang bermanfaat.” Dari riwayat-riwayat tersebut dapat diketahui bahwa kita dianjurkan untuk berdzikir sebanyak-banyaknya, semampu kita, jangan sampai dikurangi. Meninggalkan dzikrullah hanya karena kita dikatakan gila atau riya oleh orang-orang merupakan suatu kerugian bagi kita. Para ahli sufi menulis bahwa hal ini juga merupakan salah satu tipuan syaitan, yakni, mula-mula akan digoda pikirannya, “Jika aku berdzikir nanti akan terlihat si fulan, dan ia akan bilang begini dan begitu”, sehingga syaitan dengan tipuannya itu menghentikan kita dari dzikrullah. Oleh sebab itu, sangat penting bagi kita agar jangan sampai berniat supaya amal kita dilihat oleh orang lain. Seandainya ada orang yang melihat amal kita, jangan sampai kita meninggalkan amal tersebut.

Abdullah Dzulbajadin r.a. adalah seorang sahabat yang telah yatim sejak kecil. Ayahnya terbunuh dalam suatu pertempuran, lalu ia tinggal dengan pamannya yang sangat menyayanginya. Kemudian ia masuk Islam dengan diam-diam. Pamannya sangat marah ketika mengetahuinya. Lalu ia ditelanjangi dan diusir dari rumah pamannya tanpa sehelai pakaian pun. Ketika ibunya mengetahui hal ini, ia memberikan sehelai kain kepadanya. Lalu kain itu dibagi menjadi dua, sehelai untuk dipakai di bagian atas dan sehelai lagi di bagian bawah. Ia datang ke Madinah dan tinggal di masjid Nabawi, yaitu di shuffah dekat pintu Nabi saw.. Ia berdzikir sebanyak-banyaknya dengan suara agak keras. Umar r.a. berkata, “Orang ini riya sehingga berdzikir seperti itu.” Sahut Nabi saw., “Tidak, bahkan ia termasuk Awwabin.” Ia syahid di perang Tabuk. Pada suatu malam, para sahabat melihat ada sebuah sinar terpancar dari kuburan. Ketika melihatnya, mereka melihat Rasulullah saw. sedang berada di kuburnya. Lalu beliau menyuruh Abu Bakar r.a. dan Umar r.a., “Angkatlah dan bawalah ke sini mayat saudaramu.” Kedua sahabat itu mengangkat mayat itu dan diserahkan kepada Nabi saw.. Setelah dikubur, beliau berdoa, “Ya Allah, aku meridhai mayat ini. Ya Allah, hendaknya Engkau pun meridhainya.” Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Aku menyaksikan semua acara penguburan itu, dan hatiku berkata, ‘Alangkah beruntung seandainya mayat itu adalah mayatku.’” Fudhail rah.a., seorang sufi yang masyhur, berkata, “Meninggalkan suatu amalan karena takut dilihat oleh orang lain adalah riya. Dan beramal dengan niat agar dilihat oleh orang lain adalah syirik.” Sebuah hadits lain menyebutkan, ada sebagian ahli dzikir yang menyebabkan orang lain pun mengingat Allah swt.. Dengan melihat wajah mereka saja akan membuat kita berdzikir. Hadits lain menyebutkan, “Kekasih-kekasih Allah adalah mereka yang jika kita melihat wajah mereka, kita akan mengingat Allah.” Hadits lain menyebutkan bahwa orang yang terbaik ialah orang yang jika kita melihatnya, kita akan mengingat Allah. Jika kita mendengar ucapannya, ilmu kita akan bertambah. Jika melihat perbuatannya, kita akan bertambah mencintai akhirat.” Keadaan seperti itu dapat kita hasilkan jika kita menjadikan dzikir sebanyak-banyaknya sebagai kebiasaan kita. Jika diri sendiri tidak ada taufik untuk berdzikir, bagaimana kita dapat menjadikan orang lain mengingat Allah?

Sebagian orang berkata bahwa berdzikir dengan suara keras adalah bid’ah dan tidak diperbolehkan. Itu disebabkan pemahamannya terhadap hadits yang sangat kurang. Syaikh Abul Hayy rah.a. menulis masalah tersebut dalam kitab Sabahatul- Fikri. Kurang lebih ada lima puluh hadits yang telah ditulis olehnya. Ia menyatakan bahwa terdapat dalil mengenai berdzikir dengan jahar. Dalam berdzikir, yang penting adalah memenuhi syarat dan tidak menyusahkan orang lain.